Senin, 20 Desember 2010

Indonesia Hadapi Tujuh Masalah Logistik

Indonesia setidaknya memiliki tujuh masalah dalam hal logistik nasionalnya. Tanpa perbaikan dalam sistem logistik nasional, potensi Indonesia sebagai negara yang memiliki kekuatan di dua sisi ekonomi, baik sisi permintaan maupun sisi penawaran, akan terus bermasalah.

Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Investasi dan Kemitraan Pemerintah Swasta, Djadmiko, mengungkapkan hal tersebut di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (5/11/2010), saat berbicara dalam acara Sosialisasi Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Sislognas ini merupakan bagian dari program Konektivitas Indonesia yang di dalamnya juga Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), dan Koridor Ekonomi.

Menurut Djadmiko, masalah logistik nasional dapat dikelompokkan dalam tujuh kelompok, yakni kelompok masalah komoditas, infrastruktur, pelaku dan penyedia jasa logistik, sumber daya manusia, teknologi informasi dan komunikasi, regulasi, serta kelembagaan. Masalah komoditas muncul karena hingga saat ini Indonesia belum memiliki fokus komoditas yang akan ditetapkan dan menjadi komitmen nasional untuk dikembangkan. "Akibatnya, volume perdagangan ekspor dan impor menjadi belum optimal," ungkapnya.

Adapun dalam hal infrastruktur, Indonesia belum memiliki sarana yang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, di antaranya belum memiliki pelabuhan penghubung atau Hub Port. Infrastruktur di Indonesia juga belum dikelola secara terintegrasi, efektif, dan efisien, mulai dari infrastruktur kepelabuhan, bandara, pergudangan, hingga transportasi.

Begitu juga dalam hal pelaku dan penyedia jasa logistik. Daya saing Indonesia masih terbatas, baik di tingkat nasional apalagi global. Itu antara lain timbul karena lemahnya jaringan nasional serta internasional sehingga secara umum penyedia jasa logistik sebagian besar masih didominasi oleh perusahaan multinasional.

Pada saat yang sama, kondisi sumber daya manusia Indonesia juga masih rendah, terutama dalam kompetensi sumber daya dan manajemennya. Itu terjadi karena keberadaan lembaga pendidikan dan pelatihan bidang logistik masih minim.

Indonesia juga menghadapi infrastruktur dan jaringan teknologi informasi serta komunikasi yang belum andal. Itu ditunjukkan dengan terbatasnya jangkauan jaringan pelayanan nonseluler. Dengan demikian, secara umum Indonesia masih sangat bergantung pada sistem manual dan sistem berbasis kertas dalam transaksi logistiknya.

Sementara itu, kebijakan nasional di sektor logistik masih bersifat parsial atau sektoral. Dan kalaupun ada regulasi, penegakan hukumnya masih rendah. Di saat yang sama, koordinasi lintas sektoral masih rendah dan belum ada kelembagaan yang mengawal pelaksanaan pengembangan logistik nasional.

"Untuk menjawab tuntutan tersebut, maka sektor logistik perlu ditata dan dikembangkan secara lebih terarah dan terintegrasi melalui penyusunan Cetak Biru Sistem Logistik Nasional.

Tentang Kementrian Keuangan Indonesia

Kementerian Keuangan, disingkat Kemenkeu, (dahulu Departemen Keuangan, disingkat Depkeu) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan keuangan. Kementerian Keuangan dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan (Menkeu) yang sejak tanggal 20 Mei 2010 dijabat oleh Agus Martowardojo, dan dibantu Anny Ratnawati selaku Wakil Menteri Keuangan.
Kementerian Keuangan mempunyai motto Nagara Dana Rakça.
Kantor pusat Kementerian Keuangan terletak di Jalan Dr. Wahidin Nomor 1 dan Jalan Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4, Jakarta Pusat. Keduanya merupakan kompleks yang terdiri dari beberapa gedung yang letaknya saling berseberangan. Kebanyakan instansi setingkat eselon I di bawah Kementerian Keuangan bertempat di lokasi ini. Instansi eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang tidak berkantor pusat di dalam komplek tersebut antara lain Direktorat Jenderal Pajak (Jl. Gatot Subroto No. 40-42), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Jl. Jenderal Ahmad Yani, Rawamangun), dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (Jl. Purnawarman No.99 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan).
Sejarah
Ketika pecah Perang Dunia II kedudukan Indonesia sebagai jajahan Belanda pada waktu itu sangat sulit karena Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia terpaksa berdiri sendiri berhubung hampir tidak ada hubungannya dengan Pemerintah pelariannya di Inggris.
Ini disebabkan karena terjepitnya pemerintah Belanda akibat serbuan bala tentara Jerman. Namun demikian sikap pemerintah Belanda terhadap Indonesia tidak berubah. Terbukti ketika di dalam "Dewan Rakyat" diajukan suatu mosi yang mengusulkan perubahan-perubahan ketatanegaraan Pemerintah Hindia Belanda menunggu keputusan Parlemen Belanda yang sementara telah bubar karena penyerbuan tentara Jerman.
Pada awal tahun 1941 Fraksi Nasional Indonesia mengusulkan kerja sama dengan Belanda di atas dasar "Indonesia Merdeka". Pemerintah Hindia Belanda menolak semua usul dari pihak Indonesia, menolak juga diadakannya milisi untuk bangsa Indonesia, meskipun pada waktu itu jelaslah sudah, bahwa Indonesia tidak dapat dipertahankan oleh orang-orang Belanda sendiri.
Akhirnya sebelum Perang Dunia II berakhir Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 8 Maret 1942 bertekuk lutut dibawah telapak kaki pimpinan-pimpinan balatentara Jepang.
Sejak detik itulah Jepang menguasai Indonesia dan dijadikannya Indonesia sebagai daerah jajahannya di Asia. Mulai saat itu hubungan dengan negara-negara lain terputus, kecuali dengan negara Jepang itu sendiri.
Selama penjajahannya di Indonesia segala kegiatan pemerintah Jepang di Indonesia dipusatkan di Jakarta. Sejak itu untuk melaksanakan kegiatan keuangan sehari-hari Gedung Lama Departemen Keuangan masih merupakan tempatnya. Ini kiranya disebabkan karena pemerintah Jepang tidak mau bersusah payah memindahkan pusat kegiatan keuangan ditempat yang lain.
Jadi Gedung Departemen Keuangan pada masa penjajahan Jepang di Indonesia juga digunakan sebagai pusat kegiatan pengolahan keuangan.
Hari Keuangan
Segera sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 diumumkan, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk mengeluarkan uang sendiri. Uang tersebut, bagi pemerintah tidak sekedar sebagai alat pembayaran semata-mata, tetapi juga berfungsi sebagai lambang utama suatu negara merdeka, serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum.
Pada saat itu, pada awal pemerintahan Republik Indonesia keadaan ekonomi moneter Indonesia sangat kacau. Inflasi hebat bersumber pada kenyataan beredarnya mata uang pendudukan Jepang yang diperkirakan berjumlah 4 milyar. Untuk menggantikan peranan uang asing tersebut, dibutuhkan mata uang sendiri sebagai alat pembayaran dan digunakan oleh rakyat Indonesia dari masa ke masa sebagai alat pertukaran, pembayaran dan sebagai alat pemuas kebutuhan yang sah.
Maka pada tanggal 30 Oktober 1946, pemerintah Indonesia merdeka menyatakan hari tersebut adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai tanggal beredarnya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. Sungguhpun masa peredaran ORI cukup singkat, namun ORI telah diterima dengan bangga di seluruh wilayah Republik Indonesia dan telah ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah di segenap kubu patriot pembela tanah air. Pada waktu suasana di Jakarta genting maka pemerintah pada waktu itu memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Yogyakarta, Surakarta dan Malang.
Struktur organisasi
Kementerian Keuangan terdiri dari:
• Sekretariat Jenderal
• Inspektorat Jenderal
• Direktorat Jenderal Anggaran
• Direktorat Jenderal Pajak
• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
• Direktorat Jenderal Perbendaharaan
• Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
• Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
• Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
• Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
• Badan Kebijakan Fiskal
• Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
• Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan
• Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai
• Pusat Harmonisasi dan Analisis Kebijakan
• Pusat Investasi Pemerintah
• Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik
• Kerukunan Pensiunan Departemen Keuangan