Minggu, 11 Desember 2011

PUISI DAN RESENSI BUKU

NAMA : EKA PUTRI PRAWITA AYU
KELAS : 3EB05
NPM : 25209516


HINGGA AKHIR WAKTU


Kini kau sendiri
Maaf ku tlah lama pergi
Meninggalkanmu sendiri
Meninggalkanmu patah hati
Ketika kutatap langit,kuucap selamat tinggal
Namun hatiku selalu bersamamu
Dan aku akan merindukanmu
Tanpa setitikpun melupakanmu
Walau ditengah badai
Bayangmu tetap terukir indah di hatiku
Kutahu ini berat
Bagiku untuk kembali ke dakapanmu
Namun kan kuretas seberat apapun itu
Tak pernah lebih berat dari cintaku padamu
Lalu lihatlah ke depan,dan peluk aku erat erat
Dan aku telah menunggu lama,hanya untuk memelukmu
Dan sudah kita buktikan,cinta kita yang kuat di atas arus waktu
Dan bintang di malam hari,
Mereka pinjamkan cahaya mereka tuk membawaku lebih dekat ke surga bersamamu
Tatap aku,dekap aku erat-erat,genggamlah tanganku
Karena aku telah bersumpah,ku kan bersamamu di sini,
Hingga akhir waktu,



RESENSI BUKU

Menyingkap Tabir Ideologis Pemberitaan Media
Judul: Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media)
Penulis: Eriyanto
Pengantar: Dr. Deddy Mulyana
Penerbit: LKiS-Yogyakarta, Desember 2002

Noam Chomsky pernah berkisah perihal perompak dan armada angkatan laut kerajaan Spanyol pada abad pertengahan. Bajak laut yang tertangkap basah sedang merompak ngotot tidak mau dicokok pasukan armada kerajaan. "Mengapa kami pekerja keras yang kecil dan rentan ini disebut perompak, sementara Anda yang bergelimang kemewahan karena mengutil upeti kerajaan dalam jumlah besar disebut pahlawan?" Kisah pemikir masyhur yang sangat kritis terhadap pemerintah Amerika Serikat itu merupakan ilustrasi bagus bagaimana suatu peristiwa dimaknai secara berbeda. Peristiwa sama digambarkan berbeda memang jamak ditemukan dalam pemberitaan media, tergantung politik media dalam membingkai berita. Ada media yang memberitakan divestasi saham Indosat sebagai kiat negara menghindari kebangkrutan. Ada pula yang justru memberitakannya sebagai kegetolan Laksamana Sukardi menggadaikan negara. Buku terbaru Eriyanto ini membahas analisis framing (pembingkaian) berikut penerapannya untuk memahami pemberitaan media massa. Analisis framing memusatkan perhatian pada bagaimana media mengemas, membingkai, memaknai, dan mengkonstruksi berita. Proses framing, menurut peneliti di Institut Studi Arus Informasi (ISAI) Jakarta ini, dilakukan dengan menonjolkan aspek tertentu-mengaburkan aspek lainnya; menampakkan aktor tertentu-menyembunyikan aktor lainnya; dan menekankan sisi tertentu-melupakan sisi lainya dengan bantuan kata, aksentuasi kalimat, serta foto. Framing acap dijadikan senjata ampuh untuk merebut dukungan publik. Salah satu isu krusial yang berhubungan dengan mobilisasi massa adalah pemberitaan media Indonesia atas kedatangan pasukan Interfet di Timor-Timur. Pemerintah membingkai masalah ini dengan isu nasionalisme. Kedatangan Interfet dikatakan melanggar kedaulatan RI. Kehadiran pasukan terlatih dengan senjata canggih itu dikonstruksi sebagai kesewenang-wenangan konspirasi Barat. Bingkai semacam ini terbukti sangat manjur buat menyulut gerakan anti Australia dan PBB. Padahal bingkai itu bertujuan menghapus dosa militer Indonesia dalam seperempat abad kegaduhan di Timor-Timur (hlm. 143). Framing juga sering dipakai buat cuci tangan dari segala keruwetan politik masa lalu melalui mekanisme kambing hitam. Jajak pendapat Timor-Timur, lagi-lagi, dijadikan Eriyanto sebagai contoh dramatis. Kelompok Pro-Kemerdekaan menang telak dalam referendum yang diawasi lembaga internasional itu. Pemerintah mengembangkan bingkai (frame) buat menyudutkan Unamet. Kecurangan Unamet diberitakan sebagai penyebab kekalahan menyakitkan kelompok Pro-Integrasi. Kesalahan sistematis pemerintah RI sepanjang 1974-1999 hendak dihapus dengan mengambinghitamkan Unamet. Tindakan eksesif militer yang menyulut perlawanan rakyat Tmor-Timur tidak mendapat liputan memadai. Sumber masalah direduksi melulu soal kecurangan Unamet. Analisis framing adalah bagian dari paradigma konstruksionis. Konstruksionisme yang didasarkan pada teori sosiologi kritis Peter L. Berger dan Erving Goffman ini sering disebut dengan paradigma produksi atau pertukaran makna. Sedangkan paradigma positivisme disebut paradigma transmisi. Analisis isi kuantitatif, maupun model komunikasi linier ala Wilbur Schramm dan Harold Laswell, yang bercorak positivistik, kendati masih tetap mendominasi berbagai kajian komunikasi, sebenarnya sudah majal buat memahami kompleksitas wacana pemberitaan media. Media, dalam paradigma konstruksionisme, bukan saluran yang bebas, obyektif, dan memberitakan peristiwa apa adanya. Media bukan cermin realitas karena fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi realitas. Berita, dengan demikian, bersifat subyektif. Media dan wartawan bukan pelapor, melainkan agen realitas. Tak heran bila dalam konflik di Aceh dan Papua, misalnya, sisi kekejaman yang lebih banyak diliput dan ditekankan. Kerinduan rakyat Aceh dan Papua akan keadilan sering luput dari eksposur media. Ketimpangan struktural antara pusat dan daerah disederhanakan media sebagai masalah separatisme. Konflik politik akut dengan klimaks penggulingan Soeharto juga disimplifikasi melulu sebagai kerusuhan etnis. Khalayak tentu mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari persepsi atau agenda pembuat berita tentang konflik dan disintegrasi itu. Bertolak belakang dengan pandangan positivisme yang beranggapan berita yang diterima khalayak sama dengan yang dimaksud pembuat berita. Model-model pembedah pesan media disistematisasi Eriyanto berdasarkan konsep framing yang dikembangkan Murray Edelman, Robert N. Entman, William A. Gamson, dan Zhongdang Pan-Gerald M. Kosicki. Masing-masing model diterapkan Eriyanto dalam studi kasus analisis framing "Isu Caleg PDIP Non-Muslim" di tabloid Abadi dan Demokrat, "Isu Aryantigate" di majalah Forum Keadilan dan Panji Masyarakat, "Isu Debat Calon Presiden" di tablod Amanat dan Demokrat, dan "Isu Pengalihan Kekuasaan dari Soeharto ke Habibie" di harian Kompas dan Republika. Buku ini merupakan seri kedua dari "Trilogi Metode Penelitian Media" yang dikerjakan Eryanto. Seri pertama Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (2001). Seri ketiganya Analisis Semiotika dalam Studi Media sedang dalam proses penulisan. Analisis wacana, framing, dan semiotika lebih meyakinkan buat menelanjangi politik pemberitaan "maling teriak maling" media Barat. Pun alternatif buat menyingkap berbagai kedok ideologis model pemberitaan "belah bambu" media Indonesia. J. Sumardianta, pustakawan tinggal di Yogyakarta

Senin, 05 Desember 2011

Tugas 3 & 4

NAMA : EKA PUTRI PRAWITA AYU
KELAS : 3 EB 05
NPM : 25209516


 SIMPULAN SECARA LANGSUNG
1. Semua beruang berdarah panas (premis)
Sebagian yang berdarah panas adalah beruang (simpulan)

2. Semua pohon berwarna hijau (premis)
Sebagian yang berwarna hijau adalah pohon (simpulan)

3. Semua sepeda beroda dua (premis)
Sebagian yang beroda dua adalah sepeda (simpulan)

4. Semua wanita cantik (premis)
Sebagia yang cantik adalah wanita (simpulan)

5. Semua yang pedas adalah cabe (premis)
Sebagian yang pedas adalah cabe (simpulan)


 SIMPULAN SECARA TIDAK LANGSUNG
1. Semua binaragawan berbadan besar

2. Setiap singa bergigi tajam

3. Semua bola berbentuk bulat

4. Semua truk berukuran besar

5. Semua ikan berenang



 SILOGISME KATEGORIAL
1. Semua mamalia berdarah panas
Semua gajah adalah mamalia
Jadi, semua gajah adalah mamalia

2. Semua makhluk hidup perlu udara
Harimau adalah makhluk hidup
Jadi, semua harimau perlu udara


 SILOGISME HIPOTESIS
1. Jika air dipanaskan, air akan mendidih
Air dipanaskan
Jadi, air ,mendidih
Jika air tidak dipanaskan, air tidak mendidih
Air tidak dipanaskan
Jadi, air tidak akan mendidih

2. Jika ikan didarat ikan akan mati
Ikan didarat
Jadi, ikan mati
Jika ikan tidak didarat, ikan tidak mati
Ikan tidak didarat
Jadi, ikan tidak akan mati


 SILOGISME ATERNATIF
1. Dia adalah seorang guru atau nelayan
Dia seorang guru
Jadi, dia bukan seorang nelayan
Dia adalah seorang guru atau nelayan
Dia bukan guru
Jadi, dia adalah nelayan

2. Itu adalah kursi atau meja
Itu kursi
Jadi, itu bukan meja
Itu adalah kursi atau meja
Itu bukan kursi
Jadi, itu meja.


 ENTIMEN
1. Semua polisi adalah orang baik
Anton adalah polisi
Jadi, Anton adalah orang baik.

2. Semua dalang adalah orang Jawa
Priyatno adalah dalang
Jadi, Priyatno adalah orang Jawa


 RANTAI DEDUKSI
Semua kelinci binatang yang sangat lucu (hasil generalisasi)
Kali ini saya di beri seekor kelinci
Sebab itu, seeor kelinci ini juga pasti sangat lucu (deduksi)
Saya sangat suka dengan kelinci yang sangat lucu (induksi generalisasi)
Ini adalah kelinci yang lucu
Sebab itu, saya sangat suka kelinci ini (deduksi)
Saya suka binatang apa saja, yang saya sukai (induksi generalisasi)
Saya suka binatang ini
Sebab itu saya menyukainya (deduksi)